Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SEI RAMPAH
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Srh TOGAR SIRAIT ALIAS PAK TODO KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BANDAR KHALIFAH Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 15 Jul. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Srh
Tanggal Surat Jumat, 15 Jul. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1TOGAR SIRAIT ALIAS PAK TODO
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BANDAR KHALIFAH
Kuasa Hukum Termohon
NoNamaNama Pihak
1WAKIN SILITONGAKEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BANDAR KHALIFAH
2KUASA GINTINGKEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BANDAR KHALIFAH
3MANGADU SANRO SINAGAKEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BANDAR KHALIFAH
Petitum Permohonan

Nama : Togar Sirait als. Pak Todo, Tempat dan tanggal lahir : Tomuan, 14 Februari 1976, Jenis Kelamin : Laki-laki, Agama : Kristen, Kewarganegaraan : Indonesia, Alamat : Dsn. Pondok Panjang, Desa Kayu Besar, Kec. Bandar Khalifah, Kab. Serdang Bedagai, Pekerjaan : Petani.

Untuk selanjutnya disebut sebagai ………………….......……..……..Pemohon Praperadilan.

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA CQ. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA CQ. KEPALA KEPOLISIAN RESOR TEBING TINGGI CQ. KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BANDAR KHALIFAH.

 

Untuk selanjutnya disebut sebagai…………………..…………….…Termohon Paperadilan. 

Adapun dasar dan alasan-alasan hukum Pemohonan Praperadilan mengajukan Permohonan Praperadilan ini, adalah sebagai berikut :

DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN.

Bahwa permohonan Praperadilan didasarkan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU/XII/2014 yang telah memperluas kewenangan Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 77 huruf a KUHAP tidak hanya sebatas pada Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, tetapi termasuk juga Penetapan Tersangka, penyitaan dan penggeledahan, dan Pasal 79 KUHAP yang mengatur sebagai berikut : “…Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarganya atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya…”

Bahwa ratio decidendi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Februari 2015 penetapan Tersangka menjadi obyek praperadilan, adalah dengan pertimbangan bahwa KUHAP tidak memiliki check and balance system atas tindakan penetapan tersangka oleh Penyidik karena KUHAP tidak mengenal mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti dan untuk memberikan hak yang seimbang sebagai perwujudan penghargaan hak asasi manusia. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan oleh pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945 dan dalam Negara hukum, “asas due proses of law” sebagai salah satu perwujudan pengakuan hak asasi manusia dan dalam proses peradilan pidana menjadi asas yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak terutama bagi lembaga penegak hukum. 

Bahwa dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Februari 2015 tersebut, menyatakan pada hakikatnya pranata praperadilan adalah sebagai bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegakan hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asai manusia, sehingga pada zamannya aturan tentang praperadilan dianggap sebagai bahagian dari maha karya KUHAP, namun demikian dalam perjalanannya ternyata praperadilan tidak dapat berfungsi maksimal karena tidak mampu menjawab permasalahan yang ada dalam proses pra –ajudikasi. Fungsi pengawasan yang diperankan oleh pranata praperadilan hanya bersifat post facto sehingga tidak sampai pada penyidikan dan pengujiannya hanya bersifat formal yang mengedepankan unsur objektif, sedangkan unsure subjektif tidak dapat diawasi oleh pengadilan. Hal itu justru menyebabkan praperadilan terjebak hanya pada hal-hal yang bersifat formal dan sebatas masalah administrasi sehingga jauh dari hakikat keberadaan pranata praperadilan.

Bahwa untuk memenuhi maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi dalam proses praperadilan adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan (vide pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Nomor 64/PUU-IX/2011 tanggal 1 Mei 2011 jo. Putusan Mahkamah Nomor 78/PUU-XI/2013 tanggal 20 Februari 2014) serta dengan memperhatikan nilai-nilai hak asasi manusia yang terdapat dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang termaktud dalam Bab X UUD 1945, maka setiap tindakan penyidik yang dimintakan perlindungan kepada pranata praperadilan, meskipun hal tersebut dibatasi secara limitative oleh ketentuan pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 huruf a KUHAP karena penetapan tersangka adalah bahagian dari proses penyidikan yang didalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk perampasan hak asasi seseorang. Bahwa pasal 77 huruf a KUHAP salah satunya mengatur tentang sah atau tidak sahnya penghentian penyidikan. Sementara itu penyidikan itu sendiri menurut pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.  

Bahwa sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, sedangkan penyidikan ditentukan dalam pasal 1 angka 2 KUHAP yaitu “serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Bahwa pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan), untuk itu diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana. Setelah proses tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari serta untuk mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi. Untuk itu kembali lagi dilakukan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah terjadi jelas dan terang dan karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan prosedur hukum yang wajib ditempuh untuk mencapai proses penentuan tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi.

Bahwa berdasarkan pendapat Guru Besar Hukum Pidana Indonesia, Eddy OS Hiariej dalam bukunya berjudul “Teori dan Hukum Pembuktian“ untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, Penyidik  haruslah melakukannya berdasarkan “bukti permulaan” dan bukti permulaan yang dimaksudkan disini adalah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP dan lebih jauh lagi Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa kata-kata bukti permulaan dalam pasal 1 buktir 14 KUHAP tidak hanya sebatas hanya alat bukti sebagai mana dimaksud dalam pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti dalam konteks hukum pembuktian universal yang dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Dan selanjutnya untuk menakar bukti permulaan tidaklah dapat terlepas dari pasal yang disangkakan kepada Tersangka. Pada hakikatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum Acara Pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal. Dan dalam rangka mencegah kesewenang-wenangnya penetapan tersangka ataupun penangkapan dan penahanan, maka setiap bukti permulaan haruslah dikonfrontasi antara yang satu dengan yang lainnya  termasuk pula dengan calon tersangka, mengenai hal yang terakhir ini dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik untuk memperlihatkan bukti yang ada padanya kepada tersangka, akan tetapi berdasarkan doktrin hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar.       

Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Februari 2015, maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan padal 21 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana haruslah dimaknai dengan minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1980 tentang Hukum Acara Pidana.

Bahwa untuk menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Februari 2015, Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, Bab II tentang Obyek dan Pemeriksaan Praperadilan, Pasal 2 ayat (1) huruf a yang berbunyi sebagai berikut :

Obyek Praperadilan adalah :

Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, Penetapan Tersangka, penyitaan dan penggeledahan;

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

FAKTA-FAKTA :

Bahwa Pemohon Praperadilan telah ditetapkan oleh Termohon Praperadilan sebagai “TERSANGKA” atas Laporan Polisi Nomor : LP/B/07/III/2022/SU/RES T.Tinggi/SPKT.TT. tanggal 19 Maret An. Pelapor Ribut Jo. Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP. Sidik/07/VI/2022/Reskrim tanggal 02 Juni 2022 Jo. Surat Penetapan No. Pol : Sp. TAP/01/VI/2020/RESKRIM 03 Juni 2022 atas dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 Subs 351 KUH Pidana yang tejadi pada hari Jumat tanggal 18 Maret 2022 sekitar pukul 23.30 WIB di Dusun Pondok Panjang, Kayu Besar Kec. Bandar Khalifah, Kab. Serdang Bedagai.

Bahwa ketentuan dari pasal 170 KUH Pidana adalah berbunyi sebagai        berikut :

Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan;

Yang bersalah diancam :

Dengan penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
Dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
Dengan pidana penjara paling lama dua belastahun, jika kekerasan mengakibatkan maut;   

Bahwa ketentuan pasal 351 KUH Pidana berbunyi sebagai berikut :

Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Bahwa sehubungan dengan pasal-pasal yang disebutkan diatas Pemohon Praperadilan telah ditetapkan oleh Termohon Praperadilan menjadi tersangka sesuai dengan Surat Penetapan No. Pol : Sp. TAP/01/VI/2020/RESKRIM 03 Juni 2022.

Bahwa sebelum ditetapkan menjadi Tersangka, Pemohon Praperadilan pertama sekali telah diperiksa sebagai saksi oleh Termohon Praperadilan pada hari  Jumat tanggal 03 Juni 2022 pada jam 17 .00 WIB sebagaiama Berita Acara Pemeriksaan tanggal 03 Juni 2022.

Bahwa selanjutnya pada hari itu juga Pemohon Praperadilan sekitar jam 20.00 WIB yang masih berstatus sebagai saksi menjalani pemeriksaan Konfrontir dengan saksi Korban yang bernama Ribut, hal ini sesuai dengan Berita Acara Konfrontir tertanggal 03 Juni 2022 sekitar jam 20.00 WIB.

Bahwa pada hari itu juga sekitar jam 20.00 WIB Pemohon Praperadilan diperiksa sebagai Tersangka sesuai dengan berita acara Pemeriksaan Tersangka pada hari Jumat tanggal 03 Juni 2022 WIB.

Bahwa sebelum Pemohon Praperadilan dilakukan pemeriksaan terhadap diri Pemohon Praperadilan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, Pemohon Praperadilan telah dijemput paksa dikediamannya/rumah tinggalnya oleh oknum Polisi yang bernama IPDA Robinson Sitinjak NRP. 74090540 yang merupakan anggota Kepolisian Resor Bandar Khalifah Polres Tebing Tinggi, dan penjemputan paksa/penangkapan yang dilakukan terhadap diri Pemohon Praperadilan tersebut sangat tidak prosedural karena Pemohon Praperadilan dengan tidak mengetahui alasan pemanggilan secara paksa terhadap dirinya oleh Termohon Praperadilan dan pada saat itu Termohon Praperadilan sama sekali tidak ada memperlihatkan Surat Panggilan ataupun surat Perintah Penangkapan terhadap diri Pemohon Praperadilan maupun menyerahkan salinan surat Panggilan atau Surat Penangkapan kepada keluarga Pemohon Praperadilan.

Bahwa setelah sampai di Polsek Bandar Khalifah sekitar jam 18.00 WIB Pemohon Praperadilan kemudian diperiksa oleh IPDA Jongkas Manurung sampai jam 00.30 WIB secara marathon yaitu pemeriksaan sebagai saksi, pemeriksaan konfrontasi dengan Saksi Korban yang bernama Ribut, kemudian pemeriksaaan sebagai Tersangka atas tuduhan melakukan pemukulan terhadap korban yang bernama Ribut yang sama skjali tidak Pemohon Praperadilan kenal dan selanjutnya malam itu juga Pemohon Praperadilan telah ditetapkan sebagai Tersangka.              

BAHWA TIDAK SAH PENANGKAPAN DAN PENETAPAN TERSANGKA TERHSAPA DIRI PEMOHON PRAPERADILAN OLEH TERMOHON PRAPERADILAN, KARENA TIDAK DILAKSANAKAN BERDASARKAN HUKUM SEBAGAIMANA DIATUR DALAM KUHAP DENGAN ALASAN-ALASAN SEBAGAI BERIKUT :

Bahwa Penetapan sebagai Tersangka tersebut kepada Pemohon Praperadilan   dilakukan oleh Termohon Praperadilan berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/07/III/2022/SU/RES T.Tinggi/SPKT.TT. tanggal 19 Maret An. Pelapor Ribut Jo. Surat Perintah  Penyidikan Nomor : SP. Sidik/07/VI/2022/Reskrim tanggal 02 Juni 2022 Jo. Surat Penetapan No. Pol : Sp. TAP/01/VI/2020/RESKRIM 03 Juni 2022 atas dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 Subs 351 KUH Pidana yang tejadi pada hari Jumat tanggal 18 Maret 2022 sekitar pukul 23.30 WIB di Dusun Pondok Panjang, Kayu Besar Kec. Bandar Khalifah, Kab. Serdang Bedagai.

Bahwa pasal yang disangkakan kepada Pemohon adalah pasal 170 KUH Pidana adalah berbunyi sebagai  berikut :

Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan;

Yang bersalah diancam :

Dengan penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

Dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;

Dengan pidana penjara paling lama dua belastahun, jika kekerasan mengakibatkan maut;   

Pasal 351 KUH Pidana berbunyi sebagai berikut :

Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Bahwa sesuai dengan ketentuan tersebut maka unsur-unsur dari pasal 170 Subs Pasal 351 KUH Pidana yang disangkakan kepada Pemohon adalah sebagai berikut :

Pasal 170 KUH Pidana :

Barang siapa.
Dengan terang-terangan/secara terbuka; dan
Dengan tenaga bersama/secara bersama-sama
Menggunakan/melakukan kekerasan;
Terhadap orang/manusia atau barang

Pasal 351 KUH Pidana :

Bunyi dan makna dari pasal 351 KUH Pidana adalah kejahatan yaitu mengancam bahkan cenderung menggunakan senjata tajam bagi pelakunya, melakukan hal-hal yang melukai secara fisik sampai mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

Bahwa sebagaimana fakta-fakta (ic. Angka 8 dan 9) yang telah diuraikan oleh Pemohon Praperadilan diatas maka :

Berdasarkan ketentuan padal 1 angka 20 KUHAP, Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka  atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 15 KUHAP, Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 17 KUHAP, jika seseorang diduga keras melakukan pidana dan telah dipanggil 2 (dua) kali secara patut sebagai saksi, maka pada pemanggilan ke tiga ini dengan perintah penangkapan;

Bahwa tindakan Termohon Praperadilan melakukan Penangkapan/jemput paksa atas diri Pemohon Praperadilan sangat tidak prosedural adalah tidak sah dan selanjutnya Penetapan Tersangka kepada Pemohon Praperadilan adalah merupakan salah satu objek Praperadilan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014, karena  Prosedur penangkapan dan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon Praperadilan tanpa pernah didahului panggilan sebagai saksi ini merupakan bentuk pelanggaran Hukum Acara Pidana  

Bahwa Penangkapan dan Penetapan Tersangka kepada Pemohon Praperadilan oleh Termohon Praperadilan tidak sah dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

Pemohon Praperadilan ditangkap oleh Termohon Praperadilan pada tanggal 03 Juni 2022 bukan karena tertangkap tangan melakukan tindak pidana akan tetapi Pemohon Praperadilan ditangkap/dijemput paksa berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/07/III/2022/SU/RES T.Tinggi/SPKT.TT. tanggal 19 Maret An. Pelapor Ribut, maka wajib Termohon Praperadilan untuk memanggil terlebih dahulu Pemohon Praperadilan sebagai saksi yang merupakan wujud dari prinsip due process of law sebagaimana diatur dalam pasal 28 D ayat (1) UUD RI tahun 1945.

Bahwa Pemohon Praperadilan sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana seharusnya terlebih dahulu dipanggil sebagai saksi, agar Termohon Praperadilan mendapat informasi yang berimbang baik oleh Pelapor maupun Terlapor dan selanjutnya dilakukan gelar perkara agar dapat melakukan penetapan tersangka.     

Bahwa Pemohon Praperadilan yang diduga melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 170 Pidana subs Pasal 351 KUH Pidana berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/07/III/2022/SU/RES T.Tinggi/SPKT.TT. tanggal 19 Maret An. Pelapor Ribut sama sekali tidak pernah dipanggil secara patut sebagai saksi, dan pada tanggal 03 Juni 2022 Pemohon Praperadilan kemudian ditangkap oleh Termohon Praperadilan tanpa ada menyerahkan surat penangkapan kepada Pemohon Praperadilan dan salinan surat penangkapanpun tidak ada diberikan kepada keluarga Pemohon Praperadilan. 

Bahwa berdasarkan pasal 66 ayat (1) dan (2) PERKAP Pengawasan dan Pengendalian Penanganan perkara Pidana  di Lingkungan Kepolisian Negara Indonesia diatur sebagai berikut :

Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikir 2 (dua) jenis alat bukti .

Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.

Bahwa dengan demikian berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan oleh Pemohon Praperadilan tersebut diatas, menurut hemat Pemohon Praperadilan berdasarkan fakta-fakta yang diajukan oleh Pemohon Praperadilan, tidak sah Penangkapan dan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon Praperadilan.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas nyata-nyata Penangkapan dan Penetapan Pemohon Praperadilan oleh Termohon Praperadilan sebagai Tersangka tidak sah, sangat tidak  prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan memperkosa hak asasi Pemohon Praperadilan.

Berdasarkan uraian-uraian dan alasan-alasan hukum diatas maka Pemohon Praperadilan memohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sei Rampah untuk memanggil para pihak yang ada hubungannya dengan perkara ini untuk datang bersidang pada suatu hari sidang yang sudah ditentukan untuk itu dan berkenan untuk mengambil putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

Mengadili :

Mengabulkan permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;

Menyatakan secara hukum Penangkapan dan Penetapan Tersangka kepada Pemohon Praperadilan oleh Termohon Praperadilan atas dasar Laporan Polisi Nomor : LP/B/07/III/2022/SU/RES T.Tinggi/SPKT.TT. tanggal 19 Maret An. Pelapor Ribut Jo. Surat Perintah  Penyidikan Nomor : SP. Sidik/07/VI/2022/Reskrim tanggal 02 Juni 2022 Jo. Surat Penetapan No. Pol : Sp. TAP/01/VI/2020/RESKRIM 03 Juni 2022 atas dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 Subs 351 KUH Pidana yang tejadi pada hari Jumat tanggal 18 Maret 2022 sekitar pukul 23.30 WIB di Dusun Pondok Panjang, Kayu Besar Kec. Bandar Khalifah, Kab. Serdang Bedagai. TIDAK SAH.

Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon Praperadilan yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon Praperadilan terhadap diri Pemohon praperadilan oleh Termohon praperadilan

Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara .

Pihak Dipublikasikan Ya