Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SEI RAMPAH
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2024/PN Srh ASMAH KEPALA KEPOLISIAN RI Cq KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA Cq KEPALA KEPOLISIAN RESOR SERDANG BEDAGAI Persidangan
Tanggal Pendaftaran Senin, 22 Apr. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2024/PN Srh
Tanggal Surat Senin, 22 Apr. 2024
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1ASMAH
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RI Cq KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA Cq KEPALA KEPOLISIAN RESOR SERDANG BEDAGAI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
1. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya setiap warga negara dan para penyelenggara negara harus tunduk kepada hukum. Ciri khas dan karakter dari sebuah negara hukum adalah menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warga negara, terutama dalam proses penegakan hukum karena segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya [vide pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945];
 
2. Bahwa dengan demikian dalam konsep penegakan hukum maka pejabat penegak hukum dalam melakukan segala tindakan hukum dibatasi oleh Undang-Undang agar tidak melakukan tindakan yang semena-mena dan dapat menimbulkan kerugian hukum bagi setiap warga negara;
 
3. Bahwa dalam sistem peradilan pidana baik pada tingkat penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, dan kewenangan mengadili harus dilakukan secara utuh dan universal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP] dan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, sehingga tidak menyalahgunakan wewenang dan menimbulkan kerugian hukum bagi setiap warga negara yang sedang menjalani proses penegakan hukum;
 
4. Bahwa tindakan upaya paksa seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar Peraturan Perundang-Undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia;
 
5. Bahwa menurut Andi Hamzah [1986:10] Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law, Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut yang bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai Tersangka/ Terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan;
 
6. Bahwa selain tujuan penegakan hukum, Praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak Tersangka/ Terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan [Vide: Penjelasan Pasal 80 KUHAP], Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka;
 
7. Bahwa konsepsi Praperadilan dimuat dalam Pasal 1 angka [10] Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP] yang berbunyi: 
- Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang, Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 
- Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan";
8. Bahwa pengaturan objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: 
- Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang, sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; 
- Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;
9. Bahwa dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka [10] Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perbuatan aparatur penegak hukum yang nyata- nyata merupakan pelanggaran hak asasi manusia, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara, maka untuk itu perkembangan yang demikian dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum;
10. Bahwa dari Peristiwa hukum diatas, menurut Satjipto Rahardjo disebut "terobosan hukum [legal-breakthrough] atau hukum yang pro-rakyat [hukum progresif] dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai [values] yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;
11. Bahwa selain ketentuan diatas, terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut: 
- Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
- Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
- Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid. Prap/2012/ Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012
- Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid. Prap/2015/ PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015 
- Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. No. 36/Pid.Prap/ 2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015 Dan lain sebagainya;
 
 
12. Bahwa dalam perkembangan hukum, ruang ligkup objek praperadilan tidak hanya pada sebatas sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan dan Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan juga terdapat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut: Mengadili, Menyatakan:
- Mengabulkan permohonan Pemohon Untuk Sebagian Dst 
- Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana [Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
- Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana [Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209] tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
13. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 telah diakui dan menegaskan bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan dan mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan;
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
 
A. PEMOHON MERUPAKAN AHLI WARIS ALMH. ZAINUN DARI TANAH YANG DIHIBAHKAN OLEH TENGKU ABUNAWAR SINAR, TENGKU LUCKMAN SINAR DAN TENGKU ABU KASIM KEPADA ALMH. ZAINUN
1. Bahwa dahulunya tanah seluas ±3325 m2 [lebih kurang tiga ribu tiga ratus dua puluh lima meter persegi] yang terletak di Dusun Pekan I, Kelurahan Simpang Tiga Pekan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan milik Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim berdasarkan Surat Tanah [Grant] Tanah Kepunyaan Injik Zahara No. 3/Pbn/Ktr/2603 Kita Sp. JMM, Toeankoe Sulthan Kerajaan Negeri Serdang Perbaoengan pada 2 Djoeni 2603.
2. Bahwa pada tahun 1998, Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim menghibahkan sebahagian tanah tersebut kepada Almh. Zainun [orang tua kandung dari pada Tersangka/ Pemohon] seluas ±400 m2 [lebih kurang empat ratus meter persegi] yang terletak di Dusun Pekan I, Kelurahan Simpang Tiga Pekan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan Surat Permohonan 
dan Pernyataan 6 Juni 1998 serta Surat Persetujuan Hibah berupa Surat Permohonan dan Pernyataan yang ditandatangani oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim pada tanggal 9 Juli 1999;
3. Bahwa keluarga almh. Zainun Telah menguasai dengan mendirikan sebuah bangunan berupa rumah panggung diatas tanah yang hibahkan tersebut sejak tahun 1950
4. Bahwa kemudian pada tahun 2004, keseluruhan dari tanah tersebut dibeli dan dialihkan haknya oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim kepada Syahrial [adik kandung dari Tersangka/ Pemohon] seluas ±3325 m2 [lebih kurang tiga ribu tiga ratus dua puluh lima meter persegi] berdasarkan Akta Pelepasan Hak Atas Tanah dengan Ganti Rugi Nomor 32, tertanggal 28 Desember 2004 dari dan diketahui oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim tanpa mengindahkan, memperhatikan serta mengabaikan dan atau mengeluarkan sebahagian tanah dengan ukuran ±400 m2 [lebih kurang empat ratur meter persegi] milik almh. Zainun yang dihibahkan oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim;
5. Bahwa setelah terjadi pelepasan hak atas tanah tersebut, Syahrial menghibahkan sebagian tanah tersebut seluas ±1631 m2 [lebih kurang seribu enam ratus tiga puluh satu meter persegi] kepada abang kandungnya atas nama Syamsir Alam akan tetapi diatas namakan istrinya [Suryati Delimunte];
6. Bahwa setelah Suryati Dalimute menerima tanah hibah tersebut dari Syahrial, tanpa diduga Suryati Dalimute memohon hak atau melakukan pensertifikatan diatas tanah tersebut pada Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai dan ternyata pada proses pensertifikatan baik pengukuran, pemetaan bidang tanah sampai keluarnya sertifikat hak milik, tanah yang telah dihibahkan kepada almh. Zainun [orang tua Tersangka/ Pemohon] tidak di keluarkan dari diatas tanah yang telah dihibahkan oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim kepada almh. Zainun dan atau tanah hibah tersebut termasuk ke dalam tanah yang telah dilakukan pensertifikatan oleh Suryati Dalimunte;
7. Bahwa setelah terbitnya Sertifikat Hak Milik Nomor 1797 atas nama Suryati Dalimunte tersebut diduga secara diam-diam Suryati Dalimunte menjual atau mengalihkan tanah tersebut kepada Mirza Fahmi atas dasar Perjanjian Perikatan Jual Beli [PPJB];
8. Bahwa setelah Mirza Fahmi membeli tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 1797 atas nama Suryati Dalimunte, Mirza Fahmi melakukan pengukuran/ pematokan atas tanah tersebut akan tetapi Tersangka/ Pemohon merasa keberatan karena diatas tanah tersebut terdapat sebahagian tanah hibah milik Tersangka/ Pemohon selaku Ahli Waris dari Almh. Zainun yang dihibahkan oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim kepada Almh. Zainun;
9. Bahwa akibat dari keberatan tersebut, Mirza Fahmi melaporkan Tersangka/ Pemohon kepada Pihak Kepolisian terkait dugaan tindak pidana menguasai lahan tanpa izin yang berhak sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat [1] huruf a, b, c dan d jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah 
Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya sebagaimana termuat dalam Surat Laporan Polisi Nomor: LP/B/430/XII/2023/SPKT/ POLRES SERGAI/POLDA SUMUT, tertanggal 12 Desember 2023;
10. Bahwa tuduhan Termohon kepada Pemohom terkait dugaan tindak pidana menguasai lahan tanpa izin yang berhak sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat [1] huruf a, b, c dan d jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya berdasarkan Surat Laporan Polisi Nomor: LP/B/430/XII/2023/SPKT/ POLRES SERGAI/POLDA SUMUT, tertanggal 12 Desember 2023 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Sp. Tap/06.9/III/ RES.1.2/2024, tertanggal 20 Maret 2024 sangat keliru dan tidak berdasar karena Pemohon memilki kapasitas untuk menguasai dan menempati tanah tersebut berdasarkan Surat Persetujuan Hibah berupa Surat Permohonan dan Pernyataan yang ditandatangani oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim pada tanggal 9 Juli 1999;
 
B. TIDAK MEMENUHI SYARAT DAN UNSUR PEMIDANAAN
1. Bahwa penetapan Tersangka tidak memenuhi syarat-syarat dan unsur-unsur pemidanaan;
2. Bahwa adapun syarat pemidanaan yakni ada syarat subjektif dan syarat objektif dimana syarat subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku sedangkan syarat unsur objektif adalah untur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan. 
Adapun unsur subjektif yakni kesengajaan [Dolus] atau ketidaksengajaan [Culpa] sedangkan unsur objektif yakni sifat melanggar hukum, kualitas pelaku dan kausalitas;
3. Bahwa dari syarat subjektif pemidanaan, Tersangka/ Pemohon tidak membuktikan Tersangka/ Pemohon memiliki niat tindak pidana kepada Pelapor/Termohon;
4. Bahwa dari syarat objektif pemidanaan, Tersangka/ Pemohon baik dari perbuatan yang sifatnya melanggar hukum sebab akibat tidak membuktikan perbuatan Tersangka/ Pemohon melakukan tindak pidana;
5. Bahwa apabila dihubungkan dengan Pasal 6 huruf [a, b, c, dan d] Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya dengan rangkaian perbuatan hukum, hubungan hukum serta perbuatan bersifat melawan hukum tidak patut dan tidak beralasan hukum Pemohon di tetapkan sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana pemakaian tanah tanpa izin.
6. Bahwa adapun bunyi Pasal 6 huruf [a, b, c dan d] yakni:
a. Barangsiapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan,bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat (1);
b. Barangsiapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah didalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;
c. Barangsiapa menyuruh,mengajak,membujuk atau menganjurkan 
 
 
dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini;
d. Barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini
7. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 6 ayat [1] Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pula dengan hukuman pidana. Mengingat akan sifat perbuatannya maka yang dapat dipidana itu tidak saja terbatas pada pemakaian-pemakaian tanah yang dimulai sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, tetapi juga pemakaian yang terjadi (dimulai) sebelumnya dan kini masih tetap berlangsung.
8. Bahwa berdasarkan Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang "Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya poin [6] disebutkan bahwa terhadap para pemakai tanah tidak selalu harus dilakukan tuntutan pidana sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya.
 
C. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1. Bahwa Termohon dalam menetapkan Tersangka/ Pemohon dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan tanpa izin yang berhak sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat [1] huruf a, b, c dan d jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya oleh Para Termohon kepada Pemohon hanya berdasar pada Persangkaan [Prejudice] dan tidak adanya dokumen-dokumen yang disita terhadap perkara aquo yang memiliki pembuktian dalam hal ini berdasar pada Surat Penetapan Tersangka Nomor: Sp. Tap/06.9/III/ RES.1.2/2024, tertanggal 20 Maret 2024;
2. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa "Bukti Permulaan", Frasa "Bukti Permulaan Yang Cukup" dan "Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat [1] KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai "minimal dua alat bukti" sesuai dengan pasal 184 KUHAP, maka semestinya 2 alat bukti permulaan tersebut harus memiliki nilai dan berkualitas sebagai alat bukti dan sepatutnya pihak Termohon berkewajiban hukum untuk mempertimbangkan alat bukti yang dimiliki oleh Tersangka/ Pemohon yakni Surat Persetujuan Hibah berupa Surat Permohonan dan Pernyataan yang ditandatangani oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim pada tanggal 9 Juli 1999 dan sampai saat ini hibah aquo tidak pernah di batalkan oleh Tersangka/ Pemohon;
3. Bahwa berdasarkan pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon 
 
 
ragu terhadap terpenuhinya 2 [dua] alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan tanpa izin yang berhak sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat [1] huruf a, b, c dan d jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya oleh Para Termohon kepada Pemohon, mengingat dalam proses pemeriksaan baik Penyelidikan maupun Penyidikan tidak menggali keterangan secara utuh terkait dugaan tindak pidana menguasai lahan tanpa izin yang berhak sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat [1] huruf a, b, c dan d jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya sehingga perbuatan tersebut bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana;
4. Bahwa pada uraian diatas, maka tindakan Para Termohon yang tidak melakukan proses penyidikan secara utuh dan tidak memiliki dan atau tidak memenuhi minimal 2 [dua] alat bukti yang berkualitas sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum;
D. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN  PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2019 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
1. Bahwa menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, salah satu tugas dan wewenang Kepolisian adalah menegakan hukum dan memberikan perlindungan hukum, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, maka oleh sebab itu penyidik dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan serta penetapan tersangka harus dapat dilakukan secara transparan dan profesional serta memberikan kepastian hukum kepada para pihak, akan tetapi pihak Termohon dalam melakukan proses penyelidikan, penyidikan sampai proses penetapan tersangka tidak melakukan secara utuh sehingga menimbulkan kerugian hukum bagi Tersangka/ Pemohon;
2. Bahwa menurut Pasal 1 poin [7] Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana menyebutkan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Maka semestinya Termohon berkewajiban hukum untuk dapat menyelidiki, mencari atau menemukan serta menggali segala keterangan baik Pelapor maupun Terlapor secara adil dan menyeluruh agar suatu peristiwa dapat tidaknya dilakukan penyidikan, akan tetapi penyidikan dalam kasus aquo tidak dilakukan secara profesional;
3. Bahwa menurut Pasal 1 poin [2] Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana menyebutkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik 
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam proses penyidikan Termohon melalaikan alat bukti yakni Surat Persetujuan Hibah berupa Surat Permohonan dan Pernyataan yang ditandatangani oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim pada tanggal 9 Juli 1999 yang dimiliki oleh Tersangka/ Pemohon;
4. Bahwa menurut Pasal 1666 KUHPerdata, Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan itu. Oleh karena itu hibah merupakan suatu persetujuan atau kesepakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan kesepakatan itu bahagian dari pada perjanjian yang mengikat secara hukum dan menjadi undang-undang bagi para pihak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 ayat [1] yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”;
5. Bahwa menurut Pasal 1688 KUHPerdata, Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut:
1) Jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah; 
2) Jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah;
3) Jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya
Sementara Surat Persetujuan Hibah berupa Surat Permohonan dan Pernyataan yang ditandatangani oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim pada tanggal 9 Juli 1999 belum dicabut atau dibatalkan oleh pemberi hibah, maka semestinya hibah tersebut harus diakui oleh pihak Termohon;
 
Bahwa dari uraian diatas, maka Termohon dalam menetapakan Pemohon sebagai Tersangka sangat keliru dengan tidak mempertimbangkan kedudukan Hibah tersebut berupa Surat Permohonan dan Pernyataan yang ditandatangani oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar dan Tengku Abu Kasim pada tanggal 9 Juli 1999 dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana
 
E. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM SERTA TIDAK PROFESIONAL
1. Bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia [HAM] sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah 
 
menuangkan itu kedalam Konstitusinya [Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 1 ayat 3] yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;
2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri;
3. Bahwa Keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan- aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;
4. Bahwa Oemar Seno Adji menentukan prinsip "legality” merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh 'Rude of Lau konsep, maupun oleh faham “Rechtstaat” dahulu, maupun oleh konsep “Socialist Legality". Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas “nullum delictum" dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip legality;
5. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/ Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa "pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain". Menurut Sjachran Basah "abus de droit” [tindakan sewenang- wenang], yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan [asas spesialitas];
6. Bahwa bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang [hak dan kekuasaan untuk bertindak melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi:
- ditetapkan oleh pejabat vang yang berwenang
- dibuat sesuai prosedur; dan
- substansi yang sesuai dengan objek Keputusan 
Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan Tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
7. Bahwa sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan aquo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat [1] dan ayat [2] Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut:
"Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah"; "Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan;
8. Bahwa ada upaya paksa dari pihak Termohon untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan diluar asas kepatutan dan kemanusiaan karena mulai dari proses pemanggilan, wawancara sampai proses memintai keterangan dilakukan dalam waktu yang sangat singkat dan diduga kuat prosedur penyelidikan dan penyidikan tidak mengandung nilai profesional sebagaimana termuat dalam beberapa surat yakni:
1) Surat Nomor B/3532/XII/RES.1.2/2023, perihal Permintaan Keterangan, tertanggal 18 Desember 2023, yang ditujukan kepada Asmah
2) Surat Nomor: B/3591/XII/Res.1.2/2023, perihal Pengecekan Objek Tanah, tertanggal 26 Desember 2023, yang ditujukan kepada Asmah
3) Surat Nomor: B/3592/XII/Res.1.2/2023, perihal Pengecekan Objek Tanah, tertanggal 26 Desember 2023, yang ditujukan kepada Syahrial
4) Surat Nomor B/21/I/RES.1.2/2024, perihal Permintaan Keterangan Lanjutan, tertanggal 3 Januari 2024, yang ditujukan kepada Asmah
5) Surat Nomor B/22/I/RES.1.2/2024, perihal Permintaan Keterangan, tertanggal 3 Januari 2024, yang ditujukan kepada Samsul Bahri
6) Surat Nomor B/06/I/RES.1.2/2024, perihal Pemberitahuan dimulainya penyidikan, tertanggal 17 Januari 2024, yang 
 
ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai
7) Surat Panggilan Nomor S.Pgl/53/I/RES.1.2/2024, tertanggal 18 Januari 2024, yang ditujukan kepada Syahrial
8) Surat Panggilan Nomor S.Pgl/55/I/RES.1.2/2024, tertanggal 18 Januari 2024, yang ditujukan kepada Asmah
9) Surat Panggilan Nomor S.Pgl/160/III/RES.1.2/2024, tertanggal 20 Maret 2024, yang ditujukan kepada Asmah
10) Surat Ketetapan Sebagai Tersangka Nomor Sp.Tap/06.a/III/RES.1.2/2024, tertanggal 20 Maret kepada Asmah;
9. Bahwa berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Sei Rampah Kelas II yang memeriksa dan mengadili perkara aquo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum;
Pihak Dipublikasikan Ya