Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SEI RAMPAH
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Srh 1.Saut Sitanggang
2.Suhendra
Kapol Negara RI Daerah Sumatera Utara Resort Serdang Bedagai Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 11 Feb. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Srh
Tanggal Surat Rabu, 10 Feb. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Saut Sitanggang
2Suhendra
Termohon
NoNama
1Kapol Negara RI Daerah Sumatera Utara Resort Serdang Bedagai
Kuasa Hukum Termohon
NoNamaNama Pihak
1Mula Sinaga S.H.Kepolsian Negara RI Daerah Sumatera Utara Resort Serdang Bedagai
2Adi SantikaKepolsian Negara RI Daerah Sumatera Utara Resort Serdang Bedagai
Petitum Permohonan

Adapun PermohonanPra Peradilan ini didasarkan Atas alasan Sebagai Berikut :

 

 

Perlu dipahami dan di ketahui bahwa terlahirnya lembaga pra peradilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip  yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus Dalam sistem peradilan Anglo Saxon, Yang Memberikan Jaminan Fundamental Terhadap Hak Asasi Manusia Khususnya Hak Kemerdekaan. Habeas Corpus Act Memberikan Hak Pada Seseorang melalui suatu surat Perintah Pengadilan Menuntut Pejabat yang Melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana  formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk Menjamin Bahwa Perampasan Ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia ;

 

Bahwa Keberadaan Lembaga Pra Peradilan, Sebagaimana Di atur dalam Bab X Bagian Ke satu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP, Secara Jelas Dan Tegas Dimaksudkan sebagai sarana Kontrol Atau Pengawasan Horizontal Untuk Menguji Keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum  (ic.Penyelidik/Penyidik Maupun Penuntut Umum), Sebagai Upaya Koreksi Terhadap Penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain diluar dari yang di tentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap  orang termasuk dalam hal pemohon, Menurut Luhut M. Pangaribuan, Lembaga praperadilan Yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat  yang menerapkan prinsip  Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa didalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang ;

 

Bahwa lembaga praperadilan sebagai mana diatur dalam pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum didalam melakukan penyidikan atau penuntutan ;

Bahwa Tujuan praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakan hukum ,keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan Horizontal, sehingga esensi dari praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagai mana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya ;

Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto,yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :

Agar Penegak Hukum Harus Hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.

Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa di dukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak  hukum yang tidak mengindahkan prinsip pihak-pihak asasi manusia.

 

Hakim dalam menentukan ganti  kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan financial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.

Dengan rehabilitas berarti orang itu telah di pulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang di duga telah melakukan kejahatan ;

Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus di  imbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.

Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP Menerapkan lembaga praperadilan untuk melindungi Seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk termohon sebagai salah satu institusi yang berhak menyidik dan melakukan penuntutan yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu pemohon),dimana lembaga praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejbat penyidik dalam batasan tertentu.

 

6.  Bahwa apa yang diuraikan diatas, yaitu lembaga praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan 

                Wewenang guna menjamin Hak asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam konsiderans

                Menimbang Huruf (a) Dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya

                KUHAP, yang berbunyi :

“Bahwa negara republik ndonesia dalah  negara hukum berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

c)   “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar Masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan undang-undang dasar 1945”.

Juga ditegaskan kembali dalam penjelasan umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 pargraf ke 6 yang berbunyi : “...pembangunan yang sedemikian itu dibidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar  dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya republik indonesia sebagai negara hukum sesuai pancasila dan undang-undang dasar 1945”.

7. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan praperadilan, selain dari pada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidannya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (pasal 77 KUHAP):

8. Bahwa praperadilan sebagai mana dimaksud dalam pasal 77 KUHAP dan pasal  95 ayat (1) dan (2) KUHAP pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah pemohon. Oleh karena itu tindakan yang dilkukan oleh termohon menjadi objek Permohonan praperadilan.

9. Bahwa permohonan praperadilan dan ganti kerugian ini di ajukan berdasarkan undang-undang No.8 tahun 1981 tentang kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), yang mana di dalam pasal 77 Berbunyi:

      “ pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam undang-undang ini tentang:

Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

Ganti kerugian daan atau rehabilitasi bagi  seorang yang perkara pidananya di hentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan

Selanjutnya Pasal 80 KUHAP Berbunyi :

“Permintaan Untuk Memeriksa Sah Atau Tidaknya Suatu PenghentianPenyidikan Atau Penuntutan” dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak Ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya ;

10. Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau hukum acara pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh  seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan termohon tidak boleh di koreksi, melainkan kesalahan tersebut harus di koreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga prapradilan, yang di bentuk untuk melindungi hak asasi seseorang (pemohon) dari kesalahan/kesewenangan yang di lakukan oleh penegak hukum dalam hal ini penyidik kepolisian daerah SUMATERA UTARA Resor Serdang Bedagai ;

11. Bahwa Peranan Hakim untuk Menemukan Hukum Memperoleh Tempat Seluas-luasnya, Hal ini Secara tegas dan jelas telah di amanatkan dalam pasal 10 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman,yang berbunyi sebagai berikut :

      Pasal 10 ayat (1):

      “Pengadilan dilarang untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang di ajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”.

      Pasal 5 Ayat (1):

      “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, Mengikuti Dan Memahami Nilai-nilai Hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

12. Bahwa Hakikat keberadaan pranata praperadilan adalah bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegak hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia.

 

II.  ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

A.  FAKTA HUKUM

1. Bahwa permohonan praperadilan dan ganti kerugian ini diajukan berdasarkan undang-undang Nomor 8

     Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Yang mana Di dalam Pasal 77

      Berbunyi :

     “Pengadilan Negeri Berwenang Untuk Memeriksa dan Memutus, Sesuai dengan Ketentuan Yang di atur

     Dalam Undang-undang ini tentang :

 

Sah Tidaknya Penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan ;

 

Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya di hentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Bahwa lembaga praperadilan sebagaimana di atur dalam pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan yang di lakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah di lengkapi administrasi dengan penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan praperadilan ini menyangkut penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan:

Selanjutnya Pasal 80 KUHAP berbunyi :

“ Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan” Dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri yang menyebutkan alasannya;

 

2. Bahwa pada  Tanggal 21 Januari 2021 Pihak Kepolisian Resor serdang bedagai Beserta BPN Dan kepala desa melakukan pengukuran  tanah Hak Guna Usaha (HGU) PT. PIR (Pandan Indah Rahayu) Tanpa Diketahui/Di saksikan Oleh Saudara SAUT SITANGGANG Yang Mendampingi Masyarakat Dan Nelayan, Setelah Saudara SAUT SITANGGANG Mendengar Kabar Bahwa Pihak kepolisian Resor Serdang Bedagai, BPN, Kepala Desa Melakukakan Pengukran Ulang HGU Yang Di Klaim Milik PT. PIR Saudara SAUT SITANGGANG Menuju Lokasi, Namun Setibanya Di lokasi Saudara SAUT SITANGGANG Di Amankan, Karena Di anggap Sebagai Provokator. Setibanya di polres Saudara SAUT SITANGGANG Langsung Diperiksa di Beberapa Ruangan, Pemeriksaan Pertama Dilakukan Di ruangan TIPITER, Untuk Di Interogasi, Pemeriksaan Kedua Dilakukan Di ruangan

 

 

      EKONOMI, Untuk Dimintai Keterangan, Pemeriksaan Ketiga Dilakukan Diruangan JATANRAS, Dan Di lakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan),Dan Dengan saudara SUHENDRA yang berketepatan Berada di Polres serdang bedagai yang bertujuan untuk menjemput Saudara Saut sitanggang Dibawa Masuk Keruangan Oleh aparat kepolisian polres serdang bedagai Untuk Diperiksa, Sampai Keluar Surat Penangkapan Pada Tanggal 22 Januari 2021 Dan Di tetapkan Sebagai Tersangka, Yang Mana Sampai Pada Hari Ini Masih Mendekam Di rumah Tahanan Polres Serdang Bedagai.

3. Bahwa laporan polisi Nomor :LP/2186/XI/2020/SUMUT/SPKT “II” Tidak bisa dijadikan dasar timbulnya surat perintah penyelidikan Nomor : SP.Lidik/418/II/2020/Reskrim tanggal 21 november 2020, karena objek yang dianggap dirusak oleh pemohon I dan pemohon II belum jelas kedudukannya dimiliki atau di kuasai secara legal oleh  PT.PIR . Yang dalam hal ini Diwakili  oleh DOTOR SIANIPAR Bertindak atas nama PT. PIR

B. TENTANG PENYALAH GUNAAN WEWENANG YANG DILAKUKAN TERMOHON

Bahwa sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 5 KUHAP, Penyelidikan di artikan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan”. Sedangkan penyidikan ditentukan dalam pasal 1 angka 2 KUHAP ,Yaitu “ Serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP Untuk mencari serta mengumpulkan Bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Bahwa dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, Maka Untuk mencapai Proses penentuan tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (Penyelidikan). Untuk Itu, diperlukan keterangan dari  pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana.
Bahwa setelah proses tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi. Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh untuk mencapai proses penentuan tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi.
 Bahwa pada hakikatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti, artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal.
 Bahwa hal tersebut sangat terkait dengan ranah hukum pembuktian, oleh karenanya perlu dijelaskan lebih lanjut perihal pembuktian yang ditulis dalam buku Eddy OS Hiariej tersebut diatas, bahwa dalam konteks hukum pidana, karena yang dicari dalam hukum  pidana adalah kebenaran materil. Kendatipun demikian pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai sejak tahap penyelidikan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pada Tahap ini sudah terjadi pembuktian, dengan tindak penyidik mencari barang bukti, Maksudnya guna membuat terang suatu tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya.
Bahwa dengan demikian maka dapat dimengerti, bahwa pembuktian dilihat dari perspektif hukum acara pidana yakni ketentuan yang membatasi siding pengadilan dalam usaha mencari  dan mempertahankan kebenaran, Baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa dan penasihat hukum, kesemuanya terikat pada ketentuan dan tata cara, serta penilaian terhadap alat-alat bukti  yang di tentukan oleh undang-undang. Tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan yang leluasa sendiri dalam menilai alat bukti, dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Bahwa dalam perkara pidana, pembuktian selalu penting dan krusial. Pembuktian memberikan landasan dan argumen yang kuat kepada penuntut umum untuk mengajukan tuntutan. Pembuktian dipandang sebagai suatu yang tidak memihak, objektif dan memberikan informasi kepada hakim untuk mengambil kesimpulan dari suatu kasus yang sedang di sidangkan. Terlebih dalam perkara pidana, pembuktian sangatlah esensi karena yang dicari dalam perkara pidana adalah Kebenaran Materil. Berbeda dengan pembuktian perkara lainnya, pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai dari tahap pendahuluan, yakni di awali pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Pada tahap pendahuluan/penyelidikan tersebut, tata caranya jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan hukum acara lainnya. Namun, dalam hal ini, termohon seolah acuh tak acuh terhadap segala hal yang sangat prinsipil tersebut, entah karena tidak tahu ataupun tidak mau tahu, yang mana hal  tersebut disadari atau tidak disadari oleh termohon adalah merupakan bentuk pendzaliman terhadap pemohon.
Bahwa Termohon mengambil keputusan dengan menghentikan penyidikan laporan pemohon tanpa pernah mencari tahu tentang unsur-unsur dan pendapat para ahli hukum pidana tentang pasal 160 subs pasal 170 (1) yo pasal 55 (1) ke-1e Dari KUHAP dan pasal 170 ayat (1) dari  KUHP

III. TENTANG KESIMPULAN

Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, termohon seolah lupa atau tidak sadar atau tidak mau tahu, bahwa sebagai mana yang di tuliskan oleh Eddy OS Hiariej dalam bukunya tersebut diatas, hukum acara pidana sangat terikat dengan keresmiannya dan karakter hukum acara pidana yang sangat menjunjung tinggi  legalisme, yang berarti berpegang teguh pada peraturan, tata cara atau penalaran hukum menjadi  sangat penting dalam hukum acara pidana;

Bahwa oleh karenanya menurut pemohon I dan Pemohon II sudah seharusnya hukum dapat digunakan untuk melakukan koreksi oleh pengadilan terhadap tindakan penghentian penyidikan terhadap diri laporan pemohon I dan Pemohon II oleh termohon yang dilakukan secara melanggar asas kepastian hukum itu, dengan menyatakan secara tegas bahwa penghentian penyidikan terhadap laporan pemohon I dan pemohon II adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat menurut hukum yang mengakibatkan termohon tidak mempunyai kewenangan atau legal standing untuk melakukan menghentikan penyidikan perkara terhadap perkara a quo;
Bahwa dengan demikian berdasarkan seluruh uraian diatas, maka tindakan atau proses penghentian penyidikan yang dilakukan oleh termohon secara hukum adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Oleh kerena itu, perbuatan termohon yang menghentikan penyidikan atas laporan pemohon I dan Pemohon II adalah cacat yuridis/ bertentangan dengan hukum, telah mengakibatkan kerugian materil dan immaterial bagi diri pemohon.
Bahwa upaya hukum praperadilan ini kami lakukan semata-mata demi mencari kebenaran hukum, dan sebagaimana pendapat dari M. Yahya Harahap, bahwa salah satu fungsi upaya hukum praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal atas segala tindakan yang dilakukan aparat penengak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan. Dan sebagai mana pula pendapat Loebby Loqman, Bahwa fungsi pengawasan horizontal terhadap proses pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh lembaga praperadilan tersebut juga merupakan bagian dari kerangka system peradilan pidana terpadu;
 Bahwa adapun tujuan yang ingin dicapai dari pengawasan horizontal dari lembaga praperadilan tersebut adalah sesuai dengan tujuan umum dibentuknya KUHAP, yaitu Untuk menciptakan suatu proses penegakan hukum yang didasarkan pada kerangka due process of law. Due process of law pada dasarnya bukan semata-mata mengenai rule of law, akan tetapi merupakan unsure yang essensial dalam penyelenggaraan peradilan yang intinya adalah bahwa ia merupakan “... a law which hears before it condemns, which proceeds upon inquiry, and renders judgement only after  trial...” Pada dasarnya yang menjadi titik sentral adalah perlindungan hak-hak asasi individu terhadap arbitrary action of the  goverment. Oleh karena itu, praperadilan memiliki peran yang penting untuk meminimalisir penyimpangan dan penyalah gunaan wewenang (abuse of power) dalam pelaksaan proses penegakan hukum. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang;
Bahwa kita bersama memahami bahwa penyidik merupakan pihak yang paling berwenang dalam tahap penyidikan karena mempunyai tugas yang sangat penting pada proses  penegakan hukum sehingga dapat mempengaruhi jalan selanjutnya dari proses penyelesaian suatu perkara pidana. Oleh karenanya kami sangat berharap “sentuhan” Hakim yang mulia dan putusannya agar dapat menegakan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi pemohon I dan pemohon II dalam kasus a quo kami menempuh jalan ini karena kami yakin bahwa melalui forum praperadilan ini juga dipenuhi syarat keterbukaan (transpancy) dan akuntabilitas publik (public accountabiliti) yang merupakan syarat-syarat tegaknya sistem peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan forum terbuka ini, masyarakat dapat ikut mengontrol jalannya proses pemeriksaan dan pengujian kebenaran dan ketepatan tindakan penyidik maupun penuntut umum dalam menghentikan penyidikan atas laporan pemohon, mengontrol alasan-alasan dan dasar hukum hakim praperadilan yang memerdekakannya ;
Bahwa apabila teori-teori perihal praperadilan tersebut diatas dikaitkan dengan pandangan Soejono Soekanto mengenai dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum didalam masyarakat, yaitu sebagai sarana kontrol  (a tool of sosial engineering). Dengan adanya a tool of social control ini maka pada dasarnya, praperadilan berfungsi sebagai perlindungan terhadap tindakan yang sewenang-wenang dari para aparat hukum yang pada pelaksanaan tugasnya sering melakukan tindakan yang kurang pantas, sehingga melanggar hak dan harkat manusia. Namun untuk lebih menjamin pelaksanaan sebuah praperadilan maka diperlukan sebuah pemahaman yang lebih mendalam  tentang praperadilan terutama dalam masyarakat sehingga lebih mengerti tentang manfaat dan fungsi praperadilan. Selanjutnya hukum sebagai a tool of social engineering, Praperadilan dapat membawa masyarakat kepada situasi dan kondisi hukum yang lebih baik menuju kearah pembangunan hukum kedepan.
 Bahwa Penghentian penyidikan atas laporan pemohon yang dilakukan oleh termohon jelas melanggar pasal 80 KUHAP adalah tidak sah dan cacat formal.

 

IV. TENTANG PERMOHONAN

 

Bahwa berdasarkan seluruh uraian hukum yang telah pemohon I dan Pemohon II uraikan diatas, para pemohon dengan ini memohon kepada bapak ketua pengadilan negeri Serdang Bedagai, mohon kiranya berkenan menentukan hari persidangan pra peradilan ini pada suatu hari yang ditetapkan untuk itu, dengan memanggil para pihak untuk bersidang, selanjutnya mengabulkan permohonan pra peradilan pemohon berupa keputusan dengan amarnya sebagai berikut :

Primair :

Menerima permohonan pra peradilan pemohon untuk seluruhnya ;
Menyatakan Surat Nomor : SP.Kap/18 /I/2021/Reskrim Tertanggal 22 Januari 2021 tentang surat perintah penangkapan terhadap Pemohon I Dan Surat Nomor : SP.Kap/15/I/2021/Reskrim Tertanggal 22 Januari  2021 Tentang surat perintah penangkapan Terhadap Pemohon II  adalah tidak sah ;
Memerintahkan kepada termohon Untuk Mengeluarkan Surat perintah Penghentian penyidikan terhadap pemohon I dan pemohon II

Subsider

Atau apabila pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo Et Bono)

Pihak Dipublikasikan Ya