Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SEI RAMPAH
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2022/PN Srh NURTI br MANALU KAPOLRES SERDANG BEDAGAI Cq KASAT RESKRIM SERDANG BEDAGAI Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 02 Des. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Srh
Tanggal Surat Jumat, 02 Des. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1NURTI br MANALU
Termohon
NoNama
1KAPOLRES SERDANG BEDAGAI Cq KASAT RESKRIM SERDANG BEDAGAI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

alasan Pemohon untuk mengajukan Permohonan Praperadilan ini Sebagai berikut :

 

  1. DASAR HUKUM PRAPERADILAN

 

  1. Bahwa Permohonan Praperadilan ini di ajukan berdasarkan undang undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),Yang mana Di dalam Pasal 77 Berbunyi Sebagai berikut :

“Pengadilan Negeri Berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang ini tentang:

  1. Sah Tidaknya Penagkapan, Penahanan, Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan;
  2. Ganti Kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada Tingkat Penyidikan atau Penuntutan”.

Terkait dengan hal tersebut diatas, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 memperluas kewenangan prapradilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 77 hutuf a KUHAP, tetapi termasuk juga Penetapan Tersangka, Penyitaan dan Penggeledahan. Sehubungan dengan Putusaan Tersebut Selanjutnya Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.

Pasal 2

(1) Obyek Praperadilan adalah:

  1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan;
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

(2) Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.

 

  1. Selanjutnya Pasal 79 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab undang undang hukum acara Pidana (KUHAP) Berbunyi sebagai berikut:

“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau Penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan Menyebutkan alasannya’’.

 

 

  1. ALASAN DIAJUKANYA PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. Bahwa Pemohon adalah Orangtua atau Ibu kandung dari Korban dalam kedudukan sebagai pihak yang dirugikan akibat Surat Penghentian Penyidikan (SP3) yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISIAN RESSORT SERDANG BEDAGAI cq KASAT RESKRIM POLRES SERDANG BEDAGAI Tahun 2018;

 

  1. Bahwa dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK pada pasal 1 ayat 16.

 

  1. Bahwa dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK pada pasal 1 ayat 4 dan 5 dijelaskan sebagai berikut:

“4. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat’’.

“5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak’’.

 

  1. Bahwa Korban sebagaimana yang dilaporkan oleh pemohon adalah “Anak Kandung” yang harus diwakilkan dalam suatu perbuatan hukum dikarenakan belum cakap hukum. 

 

  1. Bahwa kategori anak yang diatur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002TENTANG PERLINDUNGAN ANAK pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan’’.

 

  1. Bahwa dikarenakan Perwalian yang sah dengan status “Anak Kandung” kemudian Pada Tanggal 18 juni 2018 Pemohon bersama dengan “Anjeli Sulasmi BR Kuda Diri usia 16 tahun“  Membuat laporan Polisi dengan Tanda bukti Surat Tanda Penerimaan Laporan  Nomor: STPL/123/VI/2018/SU/RES SERGAI, Melaporkan adanya dugaan tindak pidana Pencabulan Anak dibawah umur sebagaimana yang diatur pada Pasal 76E  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK  Jo Pasal 82  dengan Laporan Polisi Nomor: LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tanggal 18 Juni 2018;

 

 

 

  1. Bahwa Pemohon mendampingi Korban yang masih dibawah umur  Tanggal 18 Juni 2018 Sewaktu Membuat Laporan Polisi Dilakukan Visum et repertum Di Rumah sakit Bayangkara dikota  Tebing Tinggi Berdasarkan Surat Pengantar Dari Polres Serdang Bedagai;

 

  1. Bahwa Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tanggal 18 Juni 2018 Dilakukan Penyelidikan Dengan Memeriksa “Anjeli Sulasmi BR Kuda Diri usia 16 tahun“ didampingi oleh pemohon dan Saksi lebih dari 2 orang;

 

  1. Bahwa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), Pada Intinya telah dilakukan Penyelidikan Terhadap Saksi, Selanjutnya Penyelidikan Tersebut akan ditingkatkan Tingkat Penyidikan Sehingga diharapkan dapat dilakukan Pemanggilan;

 

  1. Bahwa setelah ditingkatkan Kemudian Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/120/VI/2018 /Reskrim Tanggal 19 juni 2018 Telah dikeluarkan Oleh Kasat Reskrim Polres Serdang Bedagai Selaku Penyidik;

 

  1. Bahwa sekitar bulan  Juli 2018 ,Terbit Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) Yang telah diterbitkan oleh a.n KEPALA KEPOLISAN RESORT SERDANG BEDAGAI KASAT RESKRIM dengan alasan Karena Restoratif Justice;

 

  1. Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISAN RESORT SERDANG BEDAGAI Cq KASAT RESKRIM POLRES SEDANG BEDAGAI dengan alasan Karena Restoratif Justice terhadap Surat Tanda Penerimaan Laporan dengan  Nomor: STPL/123/VI/2018/SU/RES SERGAI, melaporkan adanya dugaan tindak pidana Pencabulan Anak dibawah umur;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. URAIAN DAN FAKTA HUKUM

 

  1. Tidak sahnya Pemberlakukan Restoratif Justice

 

 

  1. Bahwa  sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dengan menghormati martabat yang melekat pada dirinya. Restorative justice merupakan upaya untuk memperlakukan anak yang berkonflik dengan hukum sesuai dengan martabatnya.

 

  1. Bahwa Martabat anak yang merupakan Korban dari sebuah tindak pidana “Pencabulan” harus dipertimbangkan merupakan suatu perbuatan yang memberikan efek trauma yang mendalam hingga dia sampai dewasa sehingga bukan merupakan suatu tindak pidana yang dapat diberikan Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) sebagaimana yang dilakukan oleh oleh KEPALA KEPOLISAN RESORT SERDANG BEDAGAI cq KASAT RESKRIM POLRES SERDANG BEDAGAI cq. Penyidik pada perkara dengan Nomor : LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tanggal 18 Juni 2018.

 

  1.  Bahwa kemudian pada Pemberlakukan Restoratif justice yang dimaksud ber asaskan undang-undang “Lex Spesialis De Rogat Lex Generalis” sehingga semua yang dilakukan dalm proses penyelidikan hingga penyidikan harus mengacu pada undang-undang yang bersifat khusus.

 

  1. Bahwa adapun undang-undang yang dimaksud adalah “
  1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
  2. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
  1. Bahwa perbuatan cabul yang dilaporkan oleh pemohon adalah sebagaimana yang dimuat pada Pasal 76E, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK yang menyebutkan bahwa  :

“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”

  1. Bahwa ketentuan pidana pada tersebut diatas diatur dalam Pasal 82 ayat 1 yang menyebutkan bahwa  :
  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
  1. Bahwa dalam pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa :

“Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”

 

  1. Bahwa  dalam  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK  pada  Pasal 5 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa  :
  1. Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.
  2. Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksudpada ayat (1) meliputi:
  1. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

 

  1. Bahwa pada  Pasal 9 ayat 1 huruf “a” disebutkan bahwa :

“(1)Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:

“a”. kategori tindak pidana;

 

  1. Bahwa kemudian pada  Pasal 10 ayat 1 disebutkan :
  1. Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.

 

  1. Bahwa sebagaimana ketentuan pasal diatas memuat ketentuan tentang “tindak pidana ringan dan tindak pidana tanpa korban” bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah Pencabulan hingga menimbulkan persetubuhan atau hingga hubungan intim yang merusak masa depan anak sehingga Penyidik tidak berdasar untuk melakukan Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) sebagaimana yang dilakukan oleh KEPALA KEPOLISAN RESORT SERDANG BEDAGAI cq KASAT RESKRIM POLRSE SERDANG BEDAGAI cq. Penyidik pada perkara dengan Nomor : LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tanggal 18 Juni 2018
  1. Restoratif Justice Cacat Hukum

 

  1. Bahwa pengertian  anak diatur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002TENTANG PERLINDUNGAN ANAK pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18(delapan belas) tahun, termasuk anak yangmasih dalam kandungan.”

 

  1. Bahwa anak adalah sesorang yang belum cakap hukum sehingga semua perbuatan yang dilakukan oleh anak harus diwalikan kepada wali yang sah yaitu Pemohon pada praperadilan ini merupakan ibu kandung dari korban

 

  1. Bahwa dalam  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK pada  Pasal 10 ayat 1 disebutkan :
  1. Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.

 

  1. Bahwa dalam pelaksanaannya sebagaimana yang diatur dalam ketentuan diatas disebutkan bahwa :

“dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.”

 

  1. Bahwa dalam “Surat Pernyataan Perdamain” yang diatur dalam Sistem Peradilan Anak tidak ada melibatkan Penyidik yaitu KEPALA KEPOLISAN RESORT SERDANG BEDAGAI Cq KASAT RESKRIM POLRES SERDANG BEDAGAI cq. Penyidik pada perkara dengan Nomor : LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tanggal 18 Juni 2018

 

  1. Bahwa surat Pernyataan Perdamian yang dimaksud tidak melibatkan penyidik sehingga masyarakat awam yang melakukan perdamaian tidak paham makna dan cakupan siapa yang dapat melakukan perdamaian itu

 

  1. Bahwa “Surat Pernyataan Perdamaian” dilakukan oleh  Korban yaitu Anjelina Sulasmi Br Kuda Diri merupakan anak berumur 16 tahun yang berarti belum Cakap Hukum yang mana seharusnya dilakukan oleh Pemohon sebagai orangtua/wali dari korban, merupakan akibat tidak ikutnya penyidik ambil andil dalam perdamaian tersebut.

 

  1. Tidak Dijalankannya Perdamaian dalam Restoratif Justice

 

  1. Bahwa apabila “Restoratif Justiceyang telah dilakukan  oleh KEPALA KEPOLISAN RESORT SERDANG BEDAGAI Cq KASAT RESKRIM POLRES SERDANG BEDAGAI cq. Penyidik pada perkara dengan Nomor : LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tanggal 18 Juni 2018, dianggap sudah sesuai dengan pengaturan dan dasar hukumnya maka kesepakatan dalam perdamaiannya harus dijalankan sebagaimana yang dimuat dalam “Surat Pernyataan Perdamaian”Akan tetapi Laporan kepada Pihak Yang berwenang ,PENYIDIK Tetap Berkewajiban Untuk Memproses perkara Tersebut Sebab Dugaan Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak.

 

  1. Bahwa sebagaimana yang dmuat dalam “Surat Pernyataan Perdamaian”memuat 3 ketentuan yaitu :
  1. Pihak pertama harus meninggalkan kampung (Dusun III Desa Tebing Tinggi) atau tidak lagi berdomisili dikampung (Dusun III Desa Tebing Tinggi) tersebut selamanya sejak surat ini dibuat
  2. Apabila keluarga pihak pertama melakukan ejekan , pengancaman terhadap pihak kedua maka surat perdamaian ini dibatalkan (tidak berlaku)
  3. Segala kerugian yang diakibatkan atas perbuatan ini ditanggung oleh pihak pertama termasuk biaya pencabutan laporan kepihak Kepolisian

 

  1. Bahwa kesepakatan yang dimuat dalam ketentuan tersebut (Point 1) diatas tidak dijalankan sama sekali oleh Pelaku dan hingga saat ini pelaku masih berdomisili di (Dusun III Desa Tebing Tinggi)

 

  1. bahwa dalam Undang-Undang Sistem peradilan anak disebutkan bahwa pada  Pasal 13 disebutkan bahwa :

“Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:

a. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau

b. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan “

 

  1. Bahwa kemudian ketentuan pasal 13 tersebut diatur lebih rinci pada pasal 14 yang memuat  :
  1. Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan.
  2. Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan,pembimbingan, dan pengawasan.
  3. Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakandalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimanadimaksud pada ayat (1).
  4. Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menindak lanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.

 

  1. Bahwa kesepakatan yang dimaksud dalam perjanjian itu untuk pindah domisili akan tetapi tidak di indahkan hal tersebut sesuai dengan  “Surat Keterangan Domisili” dengan Nomor : 18.41.3/470/405/2022  yang dikeluarkan oleh M. Nasir selaku Kepala Desa Tebing Tinggi tertanggal 29 September 2022 yang menerangkan bahwa Pelaku atau pihak dalam perdamaian  “Manaek Tua Manalu”   pada pokoknya menerangkan  :

“ masih berdomisili di dusun III Desa Tebing Tinggi Kec. Tanjung Beringin Kab. Serdang Berdagai , Prov. Sumatera Utara dan belum pernah mengurus Surat Pindah dari Domisili tersebut hingga saat ini”.

 

  1. Bahwa dalam hukum Pidana saat ini memang ada Penyelesaian Menggunakan Pendekatan Restorasi Justice,Seperti Penyelesaian Secara Diversi ,namum hanya berlaku kasus peradilan anak atau pelakunya masih anak dibawah umur,tapi dalam kasus Pencabulan Tidak bisa diselesaikan secara Diversi.

 

  1. Bahwa Pemohon yang diwakilkan oleh kuasanya telah melakukan pengaduan masyarakat ke  KEPALA KEPOLISIAN RESSORT SERDANG BEDAGAI cq KASAT RESKRIM POLRES SERDANG BEDAGAI atas laporan Polisi Nomor:LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tertanggal 18 Juni 2018, akan tetapi setelah dilakukan Mediasi pihak termohon tidak mengindahkan hal tersebut.

 

 

  1. Pencabulan Merupakan Delik Biasa dan wajib Dilanjutkan

 

  1. Bahwa Berdasarkan Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) disebutkan bahwa:

“Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”

 

  1. Bahwa Berdasarkan pasal tersebut, setiap orang dapat melaporkan suatu tindak pidana, baik atas kemauannya sendiri maupun atas kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang. Isi dari laporan tersebut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana yang disaksikan, diketahui, atau dialami sebagai korban.

 

  1. Bahwa Tindak pidana yang dimuat dalam suatu laporan merupakan tindak pidana yang dikategorikan sebagai delik biasa. Dalam laporan, pihak yang dapat mengajukan adalah setiap orang yang mengalami atau melihat tindak pidana oleh karena hak atau kewajibannya.Apabila seseorang mengajukan laporan terkait tindak pidana kepada polisi, maka laporan tersebut tidak dapat ditarik kembali.

 

  1. Bahwa Tindak Pidana Pencabulan dibawah umur bukan merupakan delik aduan, sehingga meski terjadi mediasi Perdamaian, hingga korban mencabut laporannya, maka Pidananya Tidak serta merta hilang, dan tidak ada istilah Pencabutan, Polisi atau Penyidik Polres Serdang Bedagai wajib Melanjutkan Penyidikan Setelah cukup Bukti .

 

  1. Bahwa Tindak Pidana Pencabulan anak dibawah umur menggunakan undang undang Perlindungan anak, bila penyidik sudah mengantongi 2 alat bukti dan akan menggelar Perkara, maka status terlapor bisa dinaikkan sebagai Tersangka dan bisa di tahan.

 

 

  1. Menurut R. Tresna dalam bukunya yang berjudul “Asas-asas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang Penting”, pelaporan (aangifte) tidak sama artinya dengan pengaduan (klacht). Secara umum, kedua istilah tersebut memiliki perbedaan sebagai berikut:
  1. Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana yang dianggap sebagai delik biasa, sedangkan pengaduan hanya terkait tindak pidana yang tergolong delik aduan.
  2. Pihak yang dapat membuat laporan dari suatu kejadian adalah semua orang, sedangkan pihak yang dapat mengajukan suatu aduan hanya orang-orang yang berhak mengajukannya.
  3. Pelaporan tidak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, sedangkan pengaduan dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaliknya merupakan syarat utama untuk mengadakan suatu penuntutan.
  1. Bahwa berdasarkan uraian diatas  adalah Delik biasa yaitu  delik yang dapat diproses langsung oleh penyidik tanpa adanya persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan. Dengan kata lain, tanpa adanya pengaduan atau sekalipun korban telah mencabut laporannya, penyidik tetap memiliki kewajiban untuk melanjutkan proses perkara tersebut

 

 

 

 

  1. PERMOHONAN

 

Berdasarkan argumentasi yuridis tersebut di atas, PARA PEMOHON memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Sei Rampah berkenan memeriksa dan memutus perkara ini sebagai berikut:  

 

MENGADILI

  1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Surat Penghentian Penyidikan (SP3)Yang diterbitkan TERMOHON dinyatakan Batal dan/atau tidak sah demi hukum;
  3. Memerintahkan TERMOHON Untuk Melanjutkan Penyidikan  Perkara Dengan Tanda Bukti Laporan Nomor : STPL/123/VI/2018/SU/RES SERGAI  Laporan Polisi Nomor : LP/160/VI/2018/SU/RES SERGAI Tanggal 18 Juni 2018 Tentang Dugaan Tindak Pidana Pencabulan anak dibawah umur;
  4. Menyatakan Tidak sahnya Pemberlakukan Restoratif Justice
  5. Menyatakan Restoratif Justice Cacat Hukum
  6. Menyatakan Tindak Pidana Pencabulan anak dibawah umur Merupakan Delik Biasa dan wajib Dilanjutkan Melakukan Rehabilitasi    dan      mengembalikan kedudukan hukum PEMOHON sesuai dengan harkat dan martabat dari PEMOHON;
  7. Menghukum TERMOHON Praperadilan untuk membayar biaya perkara a quo;

 

 Atau Apabila pengadilan berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya ( ex aequo et bono )

Pihak Dipublikasikan Ya