Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SEI RAMPAH
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
8/Pid.Pra/2021/PN Srh RIDWAN SIREGAR Alias DAVID 1.KEPALA KEPOLISIAN RESORT SERDANG BEDAGAI
2.KEPALA SATUAN RESERSE KRIMINAL RESOR SERDANG BEDAGAI
3.WAKIL KEPALA KEPOLISIAN RESOR SERDANG BEDAGAI
4.AIPDA JR. SIHOTANG, S.H.
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 25 Okt. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 8/Pid.Pra/2021/PN Srh
Tanggal Surat Senin, 25 Okt. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1RIDWAN SIREGAR Alias DAVID
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESORT SERDANG BEDAGAI
2KEPALA SATUAN RESERSE KRIMINAL RESOR SERDANG BEDAGAI
3WAKIL KEPALA KEPOLISIAN RESOR SERDANG BEDAGAI
4AIPDA JR. SIHOTANG, S.H.
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

mengajukan Permohonan Pra Peradilan terhadap:

Kepala Kepolisian Resor Serdang Bedagai di Sei Rampah, berkantor beralamat di Jalan Negara No. 304 – Firdaus Sei Rampah,    Untuk selanjutnya disebut sebagai ......   TERMOHON I;

Kepala Satuan Reserse Kriminal Resor Serdang Bedagai, berkantor beralamat di Jalan Negara No. 304 – Firdaus Sei Rampah, selanjutnya disebut sebagai ....................  TERMOHON II;

Wakil Kepala Kepolisian Kepolisian Resor Serdang Bedagai berkantor beralamat di Jalan Negara No.304 – Firdaus Sei Rampah, selanjutnya disebut sebagai .................... TERMOHON III;

AIPDA JR. SIHOTANG, S.H. Selaku PS. Kanit PPA dan Penyidik Pembantu pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Serdang Bedagai berkantor beralamat di Jalan Negara No.304 – Firdaus Sei Rampah, selanjutnya disebut sebagai .................................   TERMOHON IV;

Adapun alasan-alasan serta dalil-dalil Pemohon mengajukan Permohonan Pra Peradilan ini  adalah sebagai berikut:

A. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRA PERADILAN

Bahwa Pemohon Pra Peradilan adalah Subjek Hukum (perorangan), selaku Tersangka dalam dugaan tindak pidana sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/238/VI/2020/SU/RES Sergai tanggal 30 Juni 2020 yang di pertegas dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/133/VIII/2020/Reskrim tnggal 04 Agustus 2020;

Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan:

Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
Bahwa selain itu yang menjadi objek Pra Peradilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Bahwa Pra Peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara;

Bahwa Pasal 1 angka 10 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan “Pra Peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : (a) sah atau tidak suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

Bahwa pemohon Pra Peradilan sebagai subjek hukum cakap untuk bertindak secara hukum baik untuk diri sendiri maupun diwakili oleh kuasanya yang ditunjuk oleh pemohon Pra Peradilan untuk mengajukan keberatan atas tindakaan sewenang-wenang dan tidak sesuai prosedur (unprusedural) berupa penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Termohon Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili permohonan Pra Peradilan a quo;

Bahwa sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga Pra Peradilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014; sebagai berikut:

Mengadili,

Menyatakan:

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Pra Peradilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

B. TENTANG  FAKTA HUKUM  PERISTIWA/KRONOLOGIS:

Bahwa pada bulan April 2020 Pelapor (Ades Mora Purba) bersama suaminya (Herman) datang ketempat Arif Hidayat bekerja (bengkel sepeda motor) dengan niat memperbaiki sepeda motor miliknya yang sudah keadaan rusak tidak hidup sama sekali, dan Pelapor (Ades Mora Purba) bertanya kepada mekanik “bisa diperbaiki kereta ku ini” di jawab mekanik yang bernama Dedi “bisa kak tapi agak lama dikarenakan sudah rusak parah”

Bahwa muncul kesepakatan perbaikan sepeda motor milik Pelapor (Ades Mora Purba) barang-barang (onderdil) yang dibutuhkan disediakan oleh Pelapor (Ades Mora Purba) sedangkan Arif Hidayat hanya menerima uang jasa, akan tetapi Pelapor (Ades Mora Purba) dalam memberikan barang-barang (onderdil) tersebut tidak sekaligus diberikan, dengan kata lain barang-barang (onderdil) di berikan sama bengkel Arif Hidayat hanya satu persatu, sehingga sepeda motor Pelapor (Ades Mora Purba) tidak bisa dilakukan perbaikan dengan cepat pula;

Bahwa pada tanggal 29 Juni 2020 Pelapor (Ades Mora Purba) datang kembali kebengkel sepeda motor milik Arif Hidayat bersama Suaminya Herman dan mempertanyakan keadaan kondisi sepeda motor miliknya, dan bertanya kepada Dedi mekanik Arif Hidayat dan Dedi menjawab “sebentar kak tinggal sedikit lagi”, dengan merasa kecewa Pelapor marah-marah di bengkel sepeda motor tersebut pada saat itu pula Arif Hidayat menenangkan Pelapor (Ades Mora Purba) untuk tidak emosi, akan tetapi Suami Pelapor (Ades Mora Purba)  yang bernama Herman malah menyulut emosi Pelapor (Ades Mora Purba)  dengan mengatakan “apanya kau ini Rif” seketika itu pula Pelapor (Ades Mora Purba) mencekik leher Arif Hidayat sambil menendang-nendang kaki Arif Hidayat dan begitu pula dengan Herman Suami Pelapor (Ades Mora Purba)  juga ikut memegang tangan Arif Hidayat, pada saat itu pula anak dan istri Arif Hidayat menjerit dikarenakan Suaminya Arif Hidayat dalam posisi kesakitan karena di cekik dan ditendang-tendang kakinya oleh Pelapor (Ades Mora Purba) serta Suami Pelapor (Ades Mora Purba) Herman memegang tangan Arif Hidayat dan dari perbuatan Pelapor (Ades Mora Purba) dan Suaminya Arif Hidayat merasa kesakitan;

Bahwa Pemohon Pra Peradilan mendengar jeritan Istri dan anak Arif Hidayat langsung melerai perbuatan Pelapor (Ades Mora Purba)  dan Suaminya kepada Arif Hidayat, dan spontan menyiram mereka bertiga dengan air tempel ban agar posisi Arif Hidayat dapat bebas dan terlepas dari cekikan Pelapor (Ades Mora Purba) dan begitu pula dari cengkraman Herman (Suami Pelapor Ades Mora Purba) yang memegang tangan Arif Hidayat agar melepaskan Arif Hidayat, setelah Arif Hidayat terlepaskan oleh Pelapor (Ades Mora Purba) dan Suaminya maka Pelapor (Ades Mora Purba) langsung mengambil ember tempat air tempel ban dari tangan Pemohon Pra Peradilan dan langsung memukul kepala Pemohon Pra Peradilan, sambil menahan rasa sakit Pemohon Pra Peradilan menggindar dari Pelapor (Ades Mora Purba) di khawatirkan Pelapor (Ades Mora Purba) akan mengulangi perbuatannya kepada Pemohon Pra Peradilan;

Bahwa selang beberapa menit Pelapor (Ades Mora Purba) dan Suaminya meninggalkan lokasi kejadian dan menuju ke sepeda motor mereka yang di parkir dekat kandang ayam dengan jarak + 50 m dari lokasi kejadian dan setelah di beri minum oleh Syamsul Bahri Hasibuan maka Pelapor (Ades Mora Purba) pingsan di dekat Suaminya;

Bahwa Suaminya meminta tolong kepada halayak ramai dan kemudian Pelapor (Ades Mora Purba) dibawa kedlam mobil menuju Puskesmas untuk mendapatkan perawatan yang di saksikan oleh tokoh masyarakat setempat seperti Sekertaris Desa, Kaur Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Dusun, Kepala Pos Kepolisian setempat, dan pada waktu dilakukan perawatan Suami Pelapor (Ades Mora Purba) meminta kepada Dokter yang berada di Puskesmas tersebut untuk melakukan Visum atau rekam medis akan tetapi pihak Puskesmas tidak melaksanakannya di karenakan Pelapor (Ades Mora Purba) tidak ada mengalami luka yang serius maupun ringan dan kemudian Pelapor (Ades Mora Purba) di antar pulang kerumah kediaman yang tidak jauh dari Puskesmas;

Bahwa dari peristiwa diatas Pelapor (Ades Mora Purba) membuat Laporan Kepolres Sergai dengan Bukti Nomor: LP/238/VI/2020/SU/Res Sergei Tanggal 30 Juni 2020 a.n. Ades Mora Purba dan telah pula menentukan Tersangkanya atas nama Pemohon Pra Peradilan sebagaimana Surat Ketetapan Tersangka Nomor: Sp. Status/133.1/X/2020/Reskrim tentang Status Tersangka;

C. KLASIFIKASI PERBUATAN MELAWAN HUKUM PARA TERMOHON 

PRA PERADILAN

1. Perbuatan Melawan Hukum Termohon I  Pra Peradilan

Bahwa Termohon I Pra Peradilan patut juga untuk dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum, dikarenakan secara hirarkhi dan/atau jenjang kepemimpinan sebagaimana tertuang Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana “Pasal 36” yang berbunyi:

Pengawasan dan pengendalian penyidikan dilaksanakan oleh:

atasan Penyidik; dan
pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan.

Bahwa Termohon I Pra Peradilan merupakan atasan  Termohon II Pra Peradilan, Termohon III Pra Peradilan dan Termohon IV Pra Peradilan sebagaimana Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana “Pasal 37” yang berbunyi:

“Atasan Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a, bertugas:

mengawasi dan memastikan setiap tahapan penyidikan berjalan sesuai rencana.
menjamin terselenggaranya proses penyelidikan dan penyidikan secara efektif dan efisien;
melakukan analisis dan evaluasi hasil penyelidikan dan/atau penyidikan;
melakukan pengecekan kelengkapan perorangan untuk menjamin keamanan, keselamatan Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam pelaksanaan tugas;
membantu pemecahan masalah dan hambatan yang dihadapi oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dalam pelaksanaan tugas; dan
meminimalisir dan menindaklanjuti komplain masyarakat terhadap penyidikan. Bagian Ketiga Pejabat Pengemban Fungsi Pengawasan Penyidikan Pasal 38 (1) Pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, bertugas:
melakukan pengawasan penyelidikan dan penyidikan di lingkungan Polri;
 melakukan pemeriksaan materi dan administrasi penyidikan;
Melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap Penyidik/Penyidik Pembantu; dan
melakukan koordinasi dengan fungsi pengawasan di luar fungsi reserse kriminal.

Bahwa Termohon I Pra Peradilan mempunyai tugas dan tanggung jawab pengawasan terhadap kinerja Termohon II Pra Peradilan, Termohon III Pra Peradilan, Termohon IV Pra Peradilan, Pra Peradilan dalam penegakan hukum, khususnya terhadap kasus tindak pidana yang dituduhkan kepada Pemohon Pra Peradilan;

Bahwa Termohon I Pra Peradilan merupakan Unsur Pimpinan di tingkat Kepolisian Resor sebagaimana Peraturan Kapolri Nomor 2 tahun 2021 tentang susunan organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Resor dan Kepolisian Sektor, Pasal 7 Bagian Unsur Pimpinan;

Kapolres sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) bertugas:

Memimpin, Membina, Mengawasi, dan mengendalikan satuan organisasi dan unsur pelaksana kewilayahannya:dan
Memberikan saran pertimbangan kepada Kapolda yang terkait tentang pelaksaan tugasnya.

2. Perbuatan Melawan Hukum Termohon II Pra Peradilan.

Bahwa Termohon II Pra Peradilan, disamping sebagai penyidik juga merupakan atasan dari Termohon IV yang menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal pada Kepolisian Resort Serdang Bedagai, yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membina dan mengawasi kinerja Termohon IV Pra Peradilan, agar penegakan hukum di wilayah kerja Termohon II Pra Peradilan dapat terwujud dengan baik;

Bahwa disamping tugas dan tanggung jawab di atas, Termohon II Pra Peradilan juga mempunyai tanggung jawab untuk memeriksa keabsahan dari data dan/atau berkas yang disampaikan kepada Termohon IV, agar Termohon II Pra Peradilan tidak salah dalam menerbitkan kebijakan;

Bahwa Termohon II Pra Peradilan telah menerbitkan:

Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik/133/VIII/2020/Reskrim, tanggal 04 Agustus 2020;
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/121/Reskrim tanggal, 04 Agustus 2020;

Bahwa Termohon II Pra Peradilan telah memanggil Pemohon Pra Peradilan sebagai saksi sebagaimana:

Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/353/IX/2020/Reskrim tanggal 22 September 2020;
Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/353.a/X/2020/Reskrim tanggal 05 Oktober 2020;

Bahwa Termohon Pra Peradilan II telah menetapkan Pemohon Pra Peradilan sebagai TERSANGKA sebagaimana:

Surat panggilan Nomor: S. Pgl/411/XI/2020/Reskrim, tanggal 02 November 2020;

Bahwa Termohon Pra Peradilan II telah mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Sei Rampah dengan Nomor: B/121.a/XI/2020/Reskrim, tanggal 02 November 2020;

Bahwa menurut hemat Pemohon Pra Peradilan, Termohon II tidak memahami tentang makna dari Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang Standard Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Khususnya Tujuan, Prinsip dan Asas, jika dikaji lebih mendalam lagi tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU/XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017, “Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor dan Pelapor/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan” artinya Termohon telah mencederai hukum itu sendiri dengan tidak memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan, Terlapor dan Pelapor;

Bahwa Termohon II tidak mengindahkan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang Standard Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Khususnya Tujuan, Prinsip dan Asas, jika dikaji lebih mendalam lagi tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU/XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017, dikarenakan Termhon II setelah dikeluarkannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan tidak diserahkan kepada Pemohon Pra Peradilan yang merupakan hak dari Pemohon Pra Peradilan, dipertegas lagi dengan di keluarkannya Peraturan Kapolri Nomor: 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
SPDP paling sedikit memuat:

dasar penyidikan berupa laporan polisi dan Surat Perintah Penyidikan;
waktu dimulainya penyidikan;
jenis perkara, pasal yang dipersangkakan dan uraian singkat tindak pidana yang disidik;
identitas tersangka; dan
identitas pejabat yang menandatangani SPDP.

Identitas tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, tidak perlu dicantumkan dalam SPDP, bila Penyidik belum dapat menetapkan tersangka.
Dalam hal Tersangka ditetapkan setelah lebih dari 7 (tujuh) hari diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, dikirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka dengan dilampirkan SPDP sebelumnya.
Apabila Penyidik belum menyerahkan berkas perkara dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kepada Jaksa Penuntut Umum, Penyidik wajib memberitahukan perkembangan perkara dengan melampirkan SPDP.

Bahwa Termohon II telah menetapkan Pemohon Pra Peradilan sebagai Tersangka sebagaimana Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/411/XI/2020/Reskrim, tanggal 02 November 2020 yang telah melanggar peraturan yang berlaku;

Bahwa Termohon II yang seyogyanya melakukan Penyidikan terhadap Pemohon Pra Peradilan wajib menggunakan cara-cara yang benar sebagaimana Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

Bahwa Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-undang Hukum  Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana jo. Penetapan Tersangka Pasal 25 (1) Penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang didukung barang bukti. (2) Penetapan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan;

Bahwa mengenai bukti permulaan yang cukup atau bukti cukup (Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP) juga semakin diperjelas Mahkamah Konstitusi bahwa yg dimaksud dengan bukti yang cukup adalah berdasarkan pada minimal dua alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP yaitu:

keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat;
petunjuk;
keterangan terdakwa.

Bahwa tindakan Termohon II dalam melakukan penyelidik dan penyidik harus senantiasa mendasarkan profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka;

Bahwa oleh karena Penetapan Tersangka yang dilakukan Termohon II tidak berdasarkan peraturan perundang-undangnan patut dan beralasan dinyatakan di tolak;

Bahwa Termohon II telah menerbitkan Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/290/III/2021/Reskrim tanggal 23 Maret 2021 “untuk dimintai keterangan secara konfrontasi” akan tetapi Termohon II Pra Peradilan tidak menjelaskan STATUS Pemohon Pra Peradilan bail sebagai Saksi maupun sebagai Tersangka;

Perbuatan Melawan Hukum Termohon III Pra Peradilan

Bahwa Termohon III Pra Peradilan merupakan unsur Pimpinan di tingkat Kepolisian Resor Sergai sebagaimana Peraturan Kapolri Nomor 2 tahun 2021 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Resor,

Pasal 8

Wakapolres sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kapolres.
Wakapolres sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas:

Membantu Kapolres dalam melaksanakan tugas nya dengan mengawasi, mengendalikan, mengkoordinir pelaksanaan tugas seluruh satuan organisasi polres;
Memimpin Polres dalam batas kewenangannya, apabila Kapolres berhalangan;dan
Memberikan saran pertimbangan kepada Kapolres berkaitan dengan tugas pokok Polres.

Bahwa Termohom III Praperdilan telah menerbitkan:

Surat Nomor: B/121.b/IX/Res.1.6/2021, tanggal 23 September 2021 yang disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai, Prihal Pemberitahuan Dimulainya Kembali Penyidikan dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/133.b/IX/Res.1.6/2021 tanggal 23 September 2021 dengan Laporan Polisi Nomor: LP/238/VI/2020/SU/RES SERGAI tanggal 30 Juni 2020;
Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/711/IX/Res.1.6/2021, tanggal 25 September 2021, Pemohon Pra Peradilan sebagai SAKSI;

Bahwa perbuatan Termohon III Pra Peradilan merupakan perbuatan yang tidak Profesional, Proposional dan tidak prosedural sehingga terjadi Kecelakaan Hukum dalam Penegakkan Hukum, yang Pemohon Pra Peradilan dalam Laporan Polisi Nomor: LP/238/VI/2020/SU/RES SERGAI tanggal 30 Juni 2020 sudah di tetapkan sebagai TERSANGKA akan tetapi dalam Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/711/IX/Res.1.6/2021, tanggal 25 September 2021, Pemohon Pra Peradilan sebagai SAKSI;

Bahwa perbuatan Termohon III Pra Peradilan sebagai Penegak Hukum sudah mencederai Hukum itu sendiri dan sangat bertentangan dengan Pasal 8 Peraturan Kapolri Nomor 2 tahun 2021 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Resor;

4.  Perbuatan Melawan Hukum Termohon IV Pra Peradilan

Bahwa Termohon IV Pra Peradilan, adalah merupakan Pejabat Sementara dan penyidik pembantu pada Satuan Reserse Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resort Serdang Bedagai, yang memiliki tugas dan tanggung jawab disamping melakukan penyidikan sesuai dengan proses dan/atau prosedur yang ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan, juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mencari kebenaran materiil dengan mengedepankan prinsip-prinsip kebenaran, kehati-hatian dan keadilan serta tetap menghormati hak-hak Pemohon Pra Peradilan;

Bahwa Termohon IV Pra Peradilan saat melakukan pemeriksaan terhadap diri Pemohon Pra Peradilan harus menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia dan tidak pula menentukan Pemohon Pra Peradilan sebagai Tersangka adanya dugaan tendensius artinya keberpihakan;

Bahwa perbuatan Termohon IV Pra Peradilan tidak Profesional, Proforsional dalam melakukan pemeriksaan suatu perkara dikarenakan Penetapan Tersangka merupakan rangkaian dari pemeriksaan yang dilakukan Termohon IV Pra Peradilan, oleh karena adanya dugaan keberpihakan Termohon IV Pra Peradilan kepada Pelapor sehingga laporan dan atau informasi yang disampaikan kepada atasan dan atau Pimpinan dikarenakan pada saat itu Termohon IV Pra Peradilan merupakan Pejabat Sementara Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Kepolisian Resor Serdang Bedagai; 

Bahwa adanya dugaan Informasi yang salah disampaikan oleh Termohon IV Pra Peradilan kepada atasan dan atau Pimpinan sehingga berakibat kerugian bagi Pemohon Pra Peradilan terhadap Status dirinya sebagaimana Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/411/XI/2020/Reskrim, tanggal 02 November 2020 yang dikeluarkan Termohon II Pra Peradilan, Pemohon Pra Peradilan sudah di tetapkan sebagai TERSANGKA dan Termohon IV Pra Peradilan mengirimkan Surat yang di tujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai dengan Nomor: B/121.a/XI/2020/Reskrim tanggal 02 November 2020 dengan Status Tersangka dengan Laporan Polisi: LP/238/VI/2020/SU/RES SERGAI tanggal 30 Juni 2020;

Bahwa Termohon IV Pra Peradilan melakukan pemeriksaan kepada Pemohon Pra Peradilan “untuk dimintai keterangan secara konfrontasi” dengan Surat Panggil Nomor: S.Pgl/290/III/2021/Reskrim tanggal 23 Maret 2021 dan tidak ditentukan lagi Status Pemohon Pra Peradilan;

Bahwa Para Termohon Pra Peradilan memanggil Pemohon Pra Peradilan dengan Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/711/IX/Res.1.6/2021 tanggal 25 September 2021 dengan Status Pemohon Pra Peradilan sebagai SAKSI dalam Laporan Polisi Nomor: LP/238/VI/2020/SU/RES SERGAI tanggal 30 Juni 2020;

Bahwa Keputusan yang dilakukan Para Termohon Pra Peradilan yang telah memeriksa dan atau menetapkan Pemohon Pra Peradilan sebagai TERSANGKA dengan Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/411/XI/2020/Reskrim, tanggal 02 November 2020 dan Keputusan yang dilakukan Para Termohon Pra Peradilan yang telah memanggil dan atau memeriksa Pemohon Pra Peradilan sebagai SAKSI dengan Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/711/IX/Res.1.6/2021 tanggal 25 September 2021 yang berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/238/VI/2020/SU/RES SERGAI tanggal 30 Juni 2020 merupakan Keputusan Tidak Prosedural;

Bahwa Para Termohon Pra Peradilan yang telah melakukan sewenang-wenang terhadap diri Pemohon Pra Peradilan dengan melakukan tidandakan hukum yang tidak Proforsional dan Profesianal yang menyebabkan kerugian bagi diri Pemohon Pra Peradilan;

Bahwa kerugian yang timbul akibat perbuatan Para Termohon Pra Peradilan telah menyatakan Pemohon Pra Preradilan sebagai TERSANGKA dalam perkara yang sama menjadi 2 (dua) kali ditetapkan sebagai TERSANGKA yakni:

Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/411/XI/2020/Reskrim, tanggal 02 November 2020 (tidak ada Surat Penetapan Status). dan,
Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/783/X/Res. 1.6/2021, tanggal 13 Oktober 2021. Dengan Surat ketetapan Status Nomor: S.Tap/133.d/X/2020;

Bahwa dari perbuatan Para Termohon Pra Peradilan yang telah menetapkan Pemohon Pra Peradilan sebagai TERSANGKA sampai 2 (dua) kali dalam perkara yang sama hal ini merupakan suatu perbuatan yang tidak Prosedural;

Bahwa perbuatan Para Termohon Pra Peradilan yang telah nyata melanggar Hukum dimana Penetapan Pemohon Pra Peradilan sudah berstatus sebagai TERSANGKA Dengan Surat Ketetapan Status Nomor: S.Tap/133.d/X/2020 tanggal 31 Oktober 2020 akan tetapi Para Termohon Pra Peradilan telah pula menerbitkan SURAT PANGGILAN terhadap Permohon Pra Peradilan sebagai SAKSI dengan Nomor: S.Pgl/711/IX/Res.1.6/2021 tanggal 23 September 2021 artinya Para Termohon Pra Peradilan tidak cermat dan cacat hukum;

Bahwa pernbuatan Para Termohon Pra Peradilan merupakan perbuatan yang sewenang-wenang dan tidak Profesional terhadap status diri Pemohon Pra Peradilan yang sudah ditetapkan sebagai TERSANGKA pada tanggal 31 Oktober 2020  dan kemudian ditetapkan sebagai SAKSI tanggal 23 September 2021 yang lebih mengejutkan lagi status Pemohon Pra Peradilan sebagai TERSANGKA untuk yang kedua kalinya dengan Surat Panggil Nomor: S.Pgl/782/X/Res.1.6/2021 tanggal 13 Oktober 2021, dengan kata lain Para Termohon Pra Peradilan yang menetapkan Status Pemohon Pra Peradilan yang cacat hukum, dengan kata lain Pemohon Pra Peradilan yang berstatus sebagai TERSANGKA yakni tanggal 31 Oktober 2020 + 1 (satu) Tahun kemudian Pemohon Pra Peradilan berstatus sebagai SAKSI yakni tanggal 23 September 2021 dan  kemudian dalam jangka waktu 21 hari kembali Pemohon Pra Peradilan berstatus sebagai TERSANGKA;

Bahwa Para Termohon Pra Peradilan tidak mengindahkan semua peraturan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga patut dan beralasan Hakim Pra Peradilan menerima Permohonan Pra Peradilan untuk seluruhnya untuk menciptakan Keadilan, Kebenaran dan Kemanfaatan Hukum bagi setiap manusia; 

Bahwa perbuatan Para Termohon yang tidak prosedural telah melanggar Peraturan Pemerintah No. 02 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu:

Pasal 3 huruf (c) “yaitu dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah dan Kepolisian  Negara Republik Indonesia”.

Pasal 3 huruf (f) “yaitu dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Pasal 4 huruf (a) “yaitu dalam pelaksanaan tugas anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”.

Pasal 4 huruf (b)  “yaitu dalam pelaksanaan tugas anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat”.

Pasal 4 huruf (d) “yaitu dalam pelaksanaan tugas anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab”.

Pasal 5 huruf (a) “yaitu dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Pasal 6 huruf (j) “yaitu dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani”.

Pasal 6 huruf (n) “yaitu dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara”.

Pasal 6 huruf (q) “yaitu dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang menyalahgunakan wewenang”;

Bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan (Vide UUD 1945 Pasal 1 ayat 3);

 

Bahwa menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;

 

Bahwa dalam hukum Administrasi Negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas);

 

Bahwa bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi:

ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
dibuat sesuai prosedur; dan
substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

 

Bahwa sebagaiman telah Pemohon Pra Peradilan uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku;

 

Bahwa Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut:

“Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan

Bahwa Berdasarkan uraian diatas mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Para Termohon Pra Peradilan  kepada Pemohon Pra Peradilan dengan menetapkan sebagai Tersangka telah menyalahi prosedur yang tidak benar, untuk itu Hakim Pra Peradilan Pegadilan Negeri Sei Rampah yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat menjatuhkan putusan, segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka terhadap Pemohon Pra Peradilan dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan patut dibatalkan menurut hukum.

 

Berdasarkan uraian dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon Pra Peradilan mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Sei Rampah yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutus perkara ini sebagai berikut:

Menyatakan diterima permohonan Pemohon Pra Peradilan untuk seluruhnya;

Menyatakan tindakan Para Termohon Pra Peradilan yang menetapkan Pemohon Pra Peradilan sebagai TERSANGKA, SAKSI dan TERSANGKA  dengan dugaan tindak pidana barang siapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang siapa dengan sengaja melakukan penganiayaan terhadap orang yang mengakibatkan rasa sakit dan luka sebagaimana di maksud Pasal 170 ayat (1), (2) Ke 1e subs. Pasal 351 ayat (1) KUHPidana oleh Kepolisian Resor Serdang Bedagai Sat Reserse Kriminal Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan CACAT HUKUM;

Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh  Para Termohon yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon Pra Peradilan oleh  Para Termohon Pra Peradilan;

Memerintahkan kepada Para Termohon Pra Peradilan untuk menghentikan Penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon Pra Peradilan;

Memulihkan hak Pemohon Pra Peradilan dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;

Membebankan biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

 

D. Penutup

Permohonan Pra Peradilan ini diajukan, disamping sebagai jalan bagi Pemohon untuk memperoleh perlindungan dan keadilan, juga sebagai koreksi terhadap profesionalisme kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Kepolisian Resor Serdang Bedagai dan jajarannya, agar amanah yang dituangkan dalam konsiderans bahagian menimbang huruf c KUHAP dapat diwujudkan.

Pihak Dipublikasikan Ya